Tifani mengaku sudah sejak 1990 menjadi pengguna narkoba jenis putau. Serbuk haram yang berasal dari heroin yang tidak murni tersebut begitu dalam menjeratnya tak lepas. Berawal dari rasa ingin tahu dan mencoba-coba, ia akhirnya terjerumus dalam lembah kelamnya narkoba. “saya sempat berhenti pada tahun 2004 dengan berobat jalan dan pindah ke Padang. Namun, saya kembali menggunakan di tahun 2009,” ujar Tifani kepada Majalah Sinar BNN. Kembalinya ia menggunakan putau lantaran dipicu oleh suaminya.
“Dulu, mantan suami saya juga seorang pecandu. Sebelum menikah, kami memutuskan untuk berhenti dan ingin menjalani hidup lebih baik bersama-sama. Sayang, suami saya tidak memegang teguh komitmen yang sudah kami buat. Ia tergoda untuk memakai narkoba kembali,” jelas Tifani. Merasa kecewa dan dikhianati, akhirnya rumah tangga yang masih berumur jagung itu pun berakhir dengan perceraian. “karena masalah itulah membuat saya akhirnya memakai putau lagi,” jelasnya.
Menurut Tifani, godaan narkoba memang sangat kuat. Karena itulah sulit untuk berhenti. “narkoba itu ‘nyandu’. Seumur hidup, kita enggak akan pernah bisa lupa narkoba, dan godaan untuk kembali sangat besar,” kata wanita berusia 28 tahun itu, kandungan yang terdapat daam putau memang dapat menyebabkan efek adiktif pada penggunaanya, sehingga orang yang sudah mencicipi cenderung ingin mengkonsumsinya lagi dan lagi.
Titik balik
April 2010 menjadi titik balik Tifani. Ia memutuskan untuk berhenti total dari jerat serbuk maut bernama putau itu. Tifani merasa sudah sangat lelah dengan narkoba. Ia juga pernah merasakan sakau. Atas saran sang kakak dan sudah capek dengan hidupnya yang berantakan, akhirnya ia memutuskan menjalani rehabilitasi di Unit Pelayanan Teknis Terapi dan Rehabilitasi (UPT T&R) BNN di Lido, Jawa Barat. Motivasi lain yang mendasarinya tak lain dan tak bukan adalah ia ingin menjadi ibu yang baik bagi anak semata wayangnya yang kini dirawat oleh orang tuanya.
UPT T&R BNN yang terletak di Desa Wates Jaya Lido, Bogor, Jawa Barat merupakan pusat rujukan dan terapi bagi korban penyalahgunaan narkoba. Pelayanan publik ini sepenuhnya dibiayai oleh pemerintah dan petugas yang membantu memutus jaringan narkoba. UPT yang terdiri di atas lahan seluas 11,5 ha tersebut dibangun mirip sekolahan atau tempat diklat,. Badan Narkotika Nasional (BNN) juga menyebut tempat itu sebagai kampus Unitra. Istilah kampus memang sengaja digunakan untuk menghindari bayang-bayang pusat rehabilitasi yang ada di benak sebagian orang merupakan tempat yang menyeramkan. Pusat rehablitasi ini juga dilengkapi fasilitas seperti pusat olahraga, pusat ketrampilan, kesenian, IT/Komputer, hingga kegiatan sosial. Hingga saat ini, UPT T&R BNN dihuni sebanyak 380 pasien yang biasa disebut dengan residen.
Tahapan pertama yang harus dijalani pasien dipusat rehabilitasi ini adalah detokfikasi. Dalam tahapan tersebut, pasien diberi terapi putus zat dan terapi simptomatik. Tahap ini memakan waktu selama dua minggu. Selanjutnya tahapan entry unit yaitu fase stabilisasi pasca putus zat selama dua minggu, dan Primary Program selama 6 bulan dengan metode terapi rehabilitasi sosial dengan Therapeutic Community (TC). Tak hanya itu, metode lain yang digunakan juga melalui program terapi yang melibatkan unsur agama sesuai agama yang di anut pasien.
Setelah tahapan Primary Program, pasien akan menjalani TC lanjutan selama 5 bulan. Menurut Kepala UPT T&R BNN, Drs Yunis Farida Oktoris MSi, jika residen telah menjalani satu tahun program, maka akan terus dilakukan pemantauan. Jika sudah dinyatakan sembuh akan dikembalikan ke keluarganya masing-masing (back to family). “setelah menjalani keseluruhan terapi, kami melakukan pendekatan after care. Di sini kami memberikan workshop untuk kegiatan seni dan ketrampilan mereka agar saat mereka kembali ke masyarakat, mereka bisa mandiri,” jelas Yunis.
Energy positif
Tifani juga bercerita mengenai pengalamannya selama berada di pusat rehabilitasi UPT T&R BNN. “Saat Primary program ada morning meeting yang diadakan kurang lebih satu jam. Setiap hari morning meeting mengangkat tema yang bereda. Jadi siapapun bisa sharing mengenai pengalamannya masing-masing. Secara tidak langsung itu memotivasi diri sendiri dan membuat banyak energy positif masuk,” kata Tifani.
Menurut Tifani, banyak manfaat baik yang ia peroleh selama menjalani rehabilitasi di UPT T&R BNN. “banyak sekali yang saya dapatkan disini. Misalnya saja sekarang saya jadi tahu bagaimana caranya bangun pagi dan mandi pagi. Dulu saat menjadi pecandu, hal itu tidak ada dipikiran saya. Yang ada bagaimana caranya mendapatkan barang (putau) agar bisa beraktivitas. Di sisni saya juga merasa bisa lebih bersyukur dan lebih tahu nilai dalam diri kita,” kata wanita kelahiran 6 november 1983 itu.
Saat Majalah Sinar BNN bertemu dengan Tifani, ia sudah berada di UPT T&R BNN selama 1 tahun 3 bulan. Ia sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah, meski masih dalam pengawasan supervisior.”saya di sini sudah terhitung On the Job Tarining (OJT), jadi sama saja seperti belajar bekerja. On the Job Training itu tergantung progress kita. Jika progress kita baik, kita bisa mengajukan diri untuk naik ke posisi staf. Untuk menuju ke sana tentu saja ada tingkatannya dan semuanya dites oleh staf di sini,” kata wanita asala Cilacap itu.
Menurut Tifani, UPT T&R BNN berhasil menyembuhkannya. Sekarang, ia sangat merasa corcern dengan pecandu-pecandu yang ingin sembuh. “Tidak ada yang tidak mungkin bagi pecandu yang ingin sembuh, asalkan dibantu motivasi yang kuat di dalam dirinya sendiri untuk sembuh,” tandasnya.
Sumber : BNN
0 comments:
Udah baca jangan bengong aja
Kasih komen dan masukannya dong... !